Komedian seringkali dianggap sebagai sosok yang mampu menghibur banyak orang dengan candaan dan tawa. Namun, pertanyaan seputar apakah profesi ini bisa dianggap sebagai ibadah atau hanya sebagai main-main masih sering muncul. Hal ini juga dirasakan oleh Rigen Rakelna, seorang komedian di Indonesia.
Dalam sebuah acara kajian yang bertajuk “Heart to Heart”, Rigen memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama kharismatik asal Yaman, mengenai bagaimana seorang komedian seharusnya menjaga niat dan batasannya agar tetap berada dalam koridor nilai-nilai kebaikan di hadapan Allah.
Pertanyaan yang diajukan oleh Rigen seputar bagaimana seorang komedian dapat menjaga niat agar tetap bernilai baik, dijawab dengan bijak oleh Habib Umar. Beliau menjelaskan bahwa profesi komedian bukanlah suatu hal yang buruk, selama dilakukan dengan niat yang benar dan cara yang baik.
Menurut Habib Umar, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki niat. Niatkanlah untuk menghibur dan menggembirakan kaum mukminin, serta membuat mereka senang tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain. Selain itu, seorang komedian sebaiknya juga bisa menyisipkan nilai-nilai kebaikan dalam setiap candaannya, sehingga tawa yang dihasilkan tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan inspirasi dan mendekatkan orang kepada Allah.
Dalam penjelasannya, Habib Umar juga memberikan contoh dari masa Rasulullah SAW yang juga memiliki sahabat dengan sifat jenaka seperti Sayyidina Nuaiman. Rasulullah sendiri pun terkadang bercanda dengan para sahabatnya, namun selalu dalam batas kesantunan dan kejujuran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang komedian dapat menjadi ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan disertai dengan nilai-nilai kebaikan dalam setiap candaan yang disampaikan. Mendekatkan orang kepada Allah melalui komedi juga dapat menjadi amalan yang sangat mulia.
