Menurut Achmad Nur Hidayat, seorang ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di bank-bank BUMN untuk kredit telah dilakukan dengan tepat. Namun, ia mempertanyakan efektivitas dari langkah tersebut. Menurutnya, penting untuk mendesain pagar risiko, mengukur dampak, dan memastikan agar dana tersebut tidak digunakan untuk kredit konsumtif yang tidak produktif. Achmad menyoroti bahwa permasalahan bukan hanya terletak pada kekurangan dana, melainkan juga pada kurangnya transmisi pembiayaan yang efektif. Meskipun likuiditas perbankan cukup, rasio pendanaan terhadap kredit masih belum optimal dan pertumbuhan kredit tidak sejalan dengan pemulihan ekonomi. Hal ini membuat injeksi dana sebesar Rp 200 triliun seperti menambah turbo pada mobil yang ragu-ragu, dengan risiko meningkatkan potensi selip di tikungan jika tidak dikelola dengan baik. Achmad percaya bahwa penempatan dana ini dapat menjadi peluang untuk mengubah logika kredit agar lebih fokus pada dampak positif ekonomi daripada sekadar siapa yang cepat mendapat kredit. Keberanian dalam mengalokasikan dana harus sejalan dengan kebijakan yang ketat dan berorientasi pada hasil yang maksimal.
