Meteor yang berpendar di langit malam sering kali menampilkan warna yang beragam, bahkan bisa berubah warna dari merah menjadi biru. NASA menjelaskan bahwa warna cahaya yang dipancarkan oleh meteor saat masuk ke atmosfer Bumi dipengaruhi oleh komposisi kimia dan suhu meteor tersebut. Ketika meteor terbakar saat merambat atmosfer, elemen-elemen logam di dalamnya melepaskan cahaya dengan warna berbeda tergantung pada jenisnya. Sebagai contoh, besi akan menghasilkan cahaya kekuningan, magnesium akan memancarkan cahaya putih kebiruan, sedangkan silikon dan oksigen dapat menghasilkan cahaya kemerahan.
Dalam ilmu fisika, warna cahaya juga berkaitan dengan suhu suatu benda. Jika suhu meteor meningkat dari sekitar 1.000 derajat Celsius (merah) menjadi di atas 6.000 derajat Celsius (biru), maka terjadi transisi warna secara visual. BRIN sebelumnya juga menjelaskan bahwa warna meteor dipengaruhi oleh kandungan materi kimia di dalamnya. Misalnya, meteor yang mengandung kalsium akan memancarkan cahaya berwarna keunguan, sementara meteor dengan kandungan magnesium akan menghasilkan cahaya kebiruan atau kehijauan.
Kecepatan meteor saat memasuki atmosfer Bumi juga dapat mempengaruhi warnanya. Meteor bergerak lambat cenderung berwarna kemerahan atau jingga, sedangkan meteor dengan kecepatan tinggi akan berwarna kebiruan. Selain itu, karakteristik meteor seperti ukuran, tingkat kecerahan, dan kedekatannya dengan Bumi turut mempengaruhi penampilan mereka di langit. Meteor yang dekat dengan horison Bumi sering disebut earthgrazers dan dapat memantul kembali ke luar angkasa atau pecah di atmosfer.
Salah satu meteor terkenal adalah The Great Daylight Fireball yang memasuki atmosfer Amerika Serikat pada tahun 1972. Meteor tersebut melaju dengan kecepatan 15 km per detik dan disaksikan oleh ribuan orang. Dengan begitu, warna warni meteor di langit memberikan informasi tambahan tentang komposisi kimia dan suhu meteor yang sedang bergerak di atmosfer Bumi.
